Rabu, 22 Juli 2009

NN

Tuk..tuk..tuk..
Suara itu, sayup terdengar tapi jelas itu memang ada. Pasti. Semua tubuhku merinding, seperti ada angin aneh yang meniupi semua jaket alamiku ini. Suara apa itu?
Tuk..tuk..tuk..
Suara itu semakin jelas terdengar, semakin keras, dan semakin dekat. Tanganku mulai bergetar, jantungku berdebar, dan peluh dingin semakin membasahi setiap titik tubuhku.
Tuk..tuk..tuk..
Aaagghh.. stresku memuncak, jantungku berdebar makin kencang, kutatap setiap titik yang ada di sekelilingku, nihil. Apa itu? Setan? Tapi yang kutahu pasti itu tak mungkin, karena suara aneh dan semakin mendekat itu adalah suara langkah. Langkah pelan tapi kuat, ia bisa menggetarkan semuanya.
Tuk..tuk..tuk..
Berbagai macam umpatan sudah berada di otakku, berputar-putar, berharap bisa keluar. Kukuatkan iman dan terus menyebut-nyebut nama-Nya. Siapa dia? Pencuri? Pembunuh? Teroris? Ya, Tuhan, aku memang bukan hambamu yang paling taat, aku memang pernah bohong, pernah melupakanmu, tapi aku mengaku itu salah, tapi kenapa cobaan yang Kau berikan terlalu banyak dihari yang sama. Sejak pagi, segala macam kesialan telah menimpa, bos marah-marah tanpa sebab lalu menghukum lembur, teman-teman pada melupakan janjinya, Kai, tiba-tiba minta putus dariku. Hari apa ini? Hari kemalangan sedunia? (setidaknya duniaku).
Tuk..tuk..tuk..
TUHAN! Berikan aku ketenangan, setidaknya untuk malam ini, untuk malam milikku sendiri, berikan aku ketenangan, ketenangan dalam mimpiku.
Tuk..tuk..tuk..
Aaaggh, apa ini? Kenapa suara itu semakin keras dan tidak beraturan..
Aku mengintip dari gorden kamarku, terang, hanya itu yang bisa ku deskripsikan. rasanya tidak ada satu lampu di depan jendelaku, apa ini? Alien? Ufo?
Duk..duk..duk..
Suara itu berubah, berubah menjadi suatu gedoran, gedoran sangat keras dan tegas.
"Selamat malam, ada orang di dalam?" tanya pemilik semua yang membuat nyawaku setengah. Tengah malam, jam 11.45, bertamu? Apa-apaan dia? Apa tidak ada etika? "Kami dari kepolisian," lanjutnya, hal itu menjawab semua pertanyaanku, lampu, langkah, gedoran, dan suara yang nge-bass dan berwibawa. Secercah ketenangan menghampiri hatiku, jantungku perlahan berdetak normal.
Perlahan, tapi pasti, aku berjalan menuju ke arah ambang pintu kosan aku. Walau ketakutan masih menyelimutiku. Beberapa kali, otakku melarang seluruh anggota gerakku untuk berhenti, jangan nekat, kalau bukan polisi gimana? Tapi jauh di dalam hatiku mengatakan, bukalah, kalau bukan kau bisa teriak minta bantuan anak kosan lain.
"Ya, sebentar pak," kataku perlahan dan berusaha menenangkan diri. Polisi, Ndis, Polisi. Aku membuka pelan pintu dengan sangat perlahan. Harusnya aku membuat celah di pintu, seperti di hotel-hotel itu. kenapa tak terpikirkan sebelumnya? Tapi terlambat. "Ada ap~KYAAAAA..."

Senin, 20 Juli 2009

Waktu ku kecil...


Wow, ternyata aku kecil lucu banget yah.. hihi.. Imut imut, gembrut, dan OMG, ini anak yang obesitas ato apaan?? kok gendut banget yah? Ini beneran gue nggak sii.. Tapi memang sih, gue waktu kecil tu genduut banget sekarang aja yang nggak, sekarang kan langsing (huek).. hehehe.. Siapa yang mau nyubit pipi gendut gue?? satu satunya lemak waktu kecil yang nggak hilang adalah lemak di PIPI .. hahay! jadi pengen nyanyii...

WAKTU KU KECIL HIDUPKU AMATLAH SENANG, SENANG DIPANGKU DI PANGKU DIPELUKMU, SENANG DICIUM DICIUM DI MANJAKAN, NAMANYA KESAYANGAN..

MISS U..

Kutu Kupret

Huaaamm.. hari yang sangat panjang. Detik demi detik berlalu lebih lambat rasanya. Aku tetap berdiri disini disini menunggumu hingga sang fajar ikut menemaniku. Pagi, siang, malam, dan sekarang sudah pagi menjelang. Aku menantimu.
“Oh, damn shit! Where is he?” tanyaku sebal. Perjanjian dari jam 5 pagi, dan sekarang sudah menunjukkan pukul 4.55 pagi dan batang hidungnya tidak juga kelihatan. Hari semakin dingin, udara pantai berhembus dengan kencang. “Kenapa aku setia menunggu si kutukupret dari pagi dan pagi lagi? Hantu apa yang sedang merasukiku?” tanyaku pada mentari yang sedang beranjak bangun, kutanya pada debur ombak yang bernyanyi merdu menemani kesendirianku.
“Ne,” seseorang memanggil namaku, aku tidak berbalik badan, yang terpaku terdiam. “Anne, ternyata kau datang lebih cepat dariku,” lanjutnya lagi.
Hatiku panas, mataku berair, hidungku sudah memerah, tapi apa dia katakan? Ternyata kau datang lebih cepat. Kampret! Aku sudah datang lebih dari 24jam yang lalu.
“Iya, tadi aku habis jogging,” kataku santai tetap menghadap ke pantai, tidak ingin melihat muka si kutu kupret yang telah membuatku mati kedinginan.
“Untunglah aku tidak telat,” katanya lagi.
“Iya, kau datang tepat pukul 5,”kataku dengan nada geram. Iya, jam 5 pagi hari berikutnya. SIal. “Ada apa? Kau memanggilku pagi-pagi buta begini?” tanyaku masih dengan nada yang sama. Sok Manis.
“Sebenarnya aku hanya ingin bilang, aku minta maaf sebelumnya. Bener-bener , minta maaf,” kata si “cowok kutukupret yang berani memintaku menunggu selama 24jam”.
Aku tetap tidak berniat untuk membalikkan badannya. Bagamaimana pun tampak terkonyol selama hidupku, tidak ingin diperlihatkan kepada si kutu kupret ini. Muka penuh dengan air mata kedinginan, ingus meler kemana-mana, dan gigi yang bergetar. Kalau diambil nih gambarku, pasti bisa jadi pengusir setan yang baik.
“Anne, aku ingin kita putus, aku sudah punya cewek baru, karena aku merasa aku bukan cowok yang baik untuk dirimu, maafkan aku,” lanjutnya.
OMG, what the hell, Shit, damned, tai, babi, anjing, semua kata umpatan keluar dari inang-inang otakku. Jadi ia membuatku menanti selama 24jam, hanya untuk mengatakan bahwa kita putus? SIAL.
Siiiinnngggg…
Diam menyelimuti kita berdua. Aku masih bisa merasakan dia ada dibelakangku. Aku melap mukaku sebentar, menguatkan diri agar tidak ada lagi air mata yang berani menerobos masuk dan membalikkan badan.
PLAK!
“OOuch” keluh si kutu kupret. Aku memakinya benar-benar memaki. “Eh, sial banget sih lo. Gue nunggu lo 24jam, ingat, kita janji kemarin jam 5 pagi. Kenapa kau malah datangnya 24jam setelahnya. Lo udah membuat gue menderita dan kedinginan, aku berharap dapat pelukan minta maaf yang hangat tapi apa yang kudapat? Permintaan putus? Anjrit banget sih lo! Lo kira ni dunia milik lo, lo buat janji lo ingkar, trus sekarang lo minta putus dari gue? Sial, anjing lo. Tai lo, babi lo! Aaaggghh” makiku.
“Udah?” tanya si kutu kupret lagi. Tapi kok suaranya lebih ngebass, dan lebih merdu sih? Apa aku sudah tidak bisa berfikir jernih? Aku mendongakkan kepala untuk menatap mata bajingan satu ini. OMG! “Udah selesai makiannya?” tanyanya lagi.
“Udah terus kenapa?” tanyaku tidak tahu malu. Si kutu kupret yang ku tampar dan kumaki-maki tadi adalah orang yang salah. The real kutu kupret udah lari tunggang langgang meninggalkanku setelah aku mengatakan putus. Sekarang yang berdiri di hadapanku ini adalah kutu kupret yang lebih kutu kupret lagi. Kenapa dia ada disini?
Si kutu kupret yang lebih kutu kupret ini melingkarkan jaketnya ke badanku, menarikku, dan membawaku ke dalam mobilnya. Mau apa dia?
“Lebih baik dia lo minum ini dulu dan makan ini, kamu udah nggak makan dari kemarin kan?” katanya si kutu kupret yang lebih kutu kupret lagi.
“Mau apa lo kesini prĂȘt? Eh, No,” kataku canggung. Si kutu kupret yang lebih kutu kupret lagi ini namanya Norri, dia teman dari temannya temanku. Aku tidak sengaja mengenalnya di kantor?).
“Menurut lo kenapa gue ada disini?” tanya si kutu kupret yang lebih kutu kupret lagi aka Norri. Coklat hangat pemberiannya memang sangat menenangkan. Air mataku tiba-tiba menyeruak keluar. Anjir, ni air mata tidak pamit izin dulu kalau mau keluar dari rumah. “Sssstt.. udah dong nangisnya kalau diliat sama orang dari luar, kayak gue habis berbuat sesuatu yang sangat hina kepada lo.. ssstt.. please, please, please, diem ya,” kata si Norri (kalau si kutu kupret yang lebih kutu kupret ini sedang baik, aku berbaik hati juga dengan memanggilnya Norri.
Norri membelai lembut rambutku yang sudah berantakan ditiup angin pagi, siang, malam, dan pagi lagi. Lalu diapitkannya ke telingaku. Kalau orang yang belum mengenal dia banget pasti akan terbuai dengan perilaku manisnya ini. Tapi tidak denganku. “Udah deh nangisnya. Jangan buat suasana lebih runyam lagi. Lo tuh uda 23 tahun tetapi kelakukan kayak masih ABG,” katanya.
Kampret!
“Eh, yang minta di tolongin lu siapa sih, jangan berbuat sok manis gini deh. Lagian apa juga salahnya kalau aku nggak mau berhenti menangis. Kalau kau tidak ingin direpotkan lebih baik biarkan aku keluar dan menangisi kehidupanku yang benar-benar sengsara!” seruku. Aku sedang benar-benar bĂȘte dan dia datang mengacaukan segalanya.
Aku meletakkan coklat panas itu ditempat semula, melepaskan jaket hangat (sebenernya mau saja kubawa kabut tapi gengsi), lalu membuka pintu mobil swift merah merona yang sudah di ceperin. Aku berjalan menjauh dari mobil itu. tidak peduli rasa pusing dan lemas anemiaku tiba-tiba kambuh. Terus berjalan semampuku. Yap, semampuku, karena kepalaku terasa berat setelah 1menitan berjalan. Dan habis itu semua gelap dan aku tidak tahu apa-apa lagi.


Bersambung

Jumat, 17 Juli 2009

when this mission a complish?

God, cha harap ini nggak lama.. cha udh tersiksa akan kebohongan ini..
Tapi demi sahabat cha tercinta sih nggak papa, demi sepupu tersayang sih, cha rela..
jadi cha mohon mereka berdua berhasil mendapatkan yang terbaik..

Jumat, 05 Juni 2009

Best Friend in the world

Love this song, i hope u love this song too..

Best Friend in the world - David Corey


Everybody needs a best friend in this world
We all need one good thing in this cruel cruel world
That we can count on all of our lives
You sounded so alone last night and I could not help but cry
I wanted to reach out to you and just make everything all right
I wish that I could show you just how much I truly care
All my life I promise to be there

I would be your best friend in the world
I would be the one true thing in this untrue world
And I will hold you all through the night
I will be the best friend to you girl
You can tell me all those things that you can’t tell the world
And I will listen all through the night

I would’ve given anything just to wipe all your tears away
I would’ve walked for miles and miles all you had to do was say
If you needed me by morning light, know that I’m on my way
Cause all my life I promise to be there

Cause I would be your best friend in the world
I would be the one good thing in this cruel cruel world
That you can count on all of your life
I will be the best friend to you girl
You can show me all those things that you hide from the world
And I will be here for the rest of your life

When life’s hard to understand
I’m gonna reach out my hand to you
Hold on and you’ll see how much I care

Cause everybody needs a best friend in this world
We all need one good thing in this cruel cruel world
That we can count on all of our lives

Cause I wanna be the best friend in the world
I wanna be the one true thing in this untrue world
Yes I will hold you all through the night
I wanna be the best friend to you girl
Can I be the one good thing in this cruel cruel world

Yes I will be here for the rest of your life



--->
This song make me jealous,
Really, Kalo aja sahabat itu ada dijual di etalase toko, pasti BI beli satu, berapapun,

BI selalu cari yang namanya truly friend, but It's really difficult
I know, none perfect, tapi masa' g ada sih satu orang ajah yang close by?
Did i too egoist?

Minggu, 31 Mei 2009

Aneh ---> lebih baik

Perubahan adalah sesuatu yang aneh.. Dilakuin rasa ada yang mengganjal. Dibiarin rasa ada yang kurang.

Mungkin BI merasakan hal yang sama saat perubahan itu masuk dan mengacaukan kehidupan tenang BI. Tapi pas kembali ke rutinitas yang biasa, keanehan itu malah dirindukan.

Kuliah, mahasiswa, dosen, kampus, BANDUNG, adalah suatu perubahan dalam diri BI. tapi BI rasa, setiap perubahan ada makna, tersimpan.

PAPA, seseorang yang sangat BI sayang, tiba-tiba menghilang dari kehidupan BI. setiap malam, BI nggak bisa tidur, setiap keingat tawa, canda, ceritanya, air mata BI rasa nggak mau dikurung, dia mendesak keluar. Mungkin sampai saat ini, hal itu nggak akan berubah. Karena perubahan ini terlalu menyakitkan.

Hidup mandiri juga aneh, awalnya nyuci di mesin cuci (atau di bantu etek) tapi sekarang nyuci sendiri. cari makan sendiri, ngatur duit sendiri, semuanya sendiri. Aneh, manjaku nggak bisa digunakan disini.

Teman, ah teman. Disini aku bertemu banyak teman, aneh, lucu, nyebelin juga ada. teman baru, teman lama. Mereka berbeda, tapi aneh kah?

Duuuh, nggak nyambung deh, BI cuma mau bilang, semua perubahan itu aneh dan kadang menyakitkan, tapi kalau kita menyerah kita akan terus terkurung di sangkat yang kelabu dan usang. BUka sangkat itu, lakukan perubahan, karena kelak perubahan itu berarti bagimu, OK!

Minggu, 24 Mei 2009

Cinta dan Kebohongan

Mencintai, biasanya itu adalah "cinta terakhir". Seumur hidup dengan pacar yang dicintai dan mencintaiku. Cinta itulah impianku sejak dulu.

"Pembohong!! katanya mau pergi ma adik kamu Mako tapi kok malah sama Randy dan yang lainnya, ngeceng di ciwalk??" kataku marah pada Ren, pacarku.

"Itu terpaksa, mereka memaksa aku," bela Ren, ia memang merasa bersalah akan kesalahannya, padahal dia tahu aku benci sekali di bohongi.

"Kamu kan bisa menolaknya, kamu aja tuh yang lemah kalau diminta. Mereka jadi memanfaatkanmukan?" aku nggak kalah sengit menyerangnya. Bohong, adalah kata tabu dimataku, aku paling benci dibohongi, apalagi kalau yang membohongiku adalah orang terdekatku.

"Iya, maaf kan aku," kata Ren memohon.

"Oke, tapi kalau kamu berbohong, aku akan membunuhmu," hanya itu kata-kata yang ada di otakku, aku memang paling nggak bisa menahan diri kalau sedang marah, apalagi alasanku kenapa marah adalah bohong.

"Hush, Ai kata-katamu keterlaluan, kalau didengar tetangga gimana?" tanya mamaku yang kebetulan memang sedang ada di rumah. "Ai, papa dimutasi ke Jepang, mama maunya kamu ikut tapi karena kamu udah mau naik kelas 3 kamu menetap aja di sini, gimana?" tanya mamaku lagi sambil masih menggenggam telepon nir-kabel. Mungkin itu papa. Aku nggak bisa menjawab itu sekarang. Mama masuk lag ke rumah. Aku diam sejenak, apa yang harus kupilih? Jepang atau menetap?

"Jangan pergi,"

"Eh?"

"Jangan pergi, aku janji nggak akan bohong lagi, aku janji nggak akan selingkuh lagi, tapi kamu jangan pergi," ucap Ren dengan cepat dan bergetar.

Aku masih diam, bingung. Aku sangat mencintai Ren, mungkin dia adalah cinta terakhirku. Tapi ini terlalu mendadak. Jepang adalah negeri impianku setelah Prancis, bisa menetap dan sekolah disana adalah kesempatan yang nggak datang setiap hari, ini mungkin kesempatan pertama dan terakhir.

"Aku janji, aku bisa mati kalau kamu nggak ada di sisiku. Kumohon," kata Ren lagi membuatku bimbang. apa yang harus kupilih CINTA atau IMPIAN. Dua-duanya penting.

"Baiklah, tapi kamu harus nepatin janjimu," jawabku akhirnya. Aku lebih memilih Cinta, mungkin impianku bisa menunggu.

"Je t'aime" Ren mengucapkan kata yang sangat aku tunggu-tunggu. Aku mencintaimu. Rasanya aku nggak salah memilih Cinta.

-------------------------------------------------------------------------------------------------

"Aduh," kepalaku sakit, ini udah kesekian kalinya.

"Kenapa? Kepalamu sakit lagi? Udah periksa ke dokter?" tanya Ren sambil mengelus lembut rambutku. Dia memang baik.

"Iya, Ai walaupun sakit sedikit tapi kamu harus check, jangan-jangan ada apa-apa lagi." kata Ve sahabat baikku.

"Iya ntar lah," kataku santai, sakit sih, tapi aku takut kalau ini penyakit yang "aneh".

"Eh liat, pita putihnya cantik ya?" kata Ve mengagetkanku.

"Ve, lo suka warna putih ya? cocok ma image lo," timpal Ren. "Kalo Ai suka warna apa?" tanyanya.

"Merah, karena merah adalah simbol cinta dan berani, aku ingin jadi orang yang berani dan penuh akan cinta, seperti namaku," jawabku berseri-seri. Merah, itu Cinta. Cinta itu kebahagian, aku ingin mendapatkannya semua.

"Cocok juga," bales Ren. Pembicaraan kami terhenti karena guru sudah masuk.

-------------------------------------------------------------------------------------------------

"Kamu diopname sehari untuk pemeriksaan lebih lanjut," kata dokter mengagetkanku. Opname? Separah itukah?

"Apa penyakitnya dok?" tanyaku tak sabar.

"Nggak apa-apa kok, bukan hal yang besar, tapi kita mau pastikan aja," kata Dokter itu santai sambil menulis beberapa resep di kertas.

"Dok, saya nggak suka dibohongi, katakan saja langsung, saya nggak apa-apa," kataku menuntut. Terlalu sering di sinetron-sinetron terkini kalau penyakit pasien disembunyikan. Aku nggak suka, kalau iya kita punya penyakit yang membahayakan harusnya dibilang, biar kita bisa menikmati hidup disaat-saat terakhir.

"Baiklah, penyakitmu cukup berbahaya, mempengaruhi hidupmu," kata Dokter pelan dan hati-hati.

"Apa? Seberapa bahayanya dok? apa hidup saya terancam?" tanyaku bertubi-tubi. Kepanikan menghampiriku.

Dokter tidak menjawabnya dia hanya diam. Diam berarti iya.

"Makasih dok, saya permisi dulu," kataku lalu pergi meninggalkannya.

-------------------------------------------------------------------------------------------------

Kenapa? Apa salahku Tuhan? Aku masih 17 tahun, masih ingin menikmati hidup, pacaran, menikah, punya anak, cucu, dan lainnya. Cobaan ini terlalu berat, aku tidak ingin kehilangan itu semua!!!

"Ai, udah malem, tidur lagi sayang!" kata mama dari bawah. aku beranjak ke kasur, untuk sementara aku nggak akan bilang ke semua orang tentang ini semua. "Ai, sayang, udah tidur?" tanya mama sambil membuka pintu kamarku. aku menutup mataku pelan. "Oh, sudah tidur. Mimpi indah ya sayang," kata mamaku sambil mengecup lembut keningku.

Duk. Pintu tertutup.

Air mataku tidak bisa kubendung lagi. Berapa kali lagi aku bisa merasakan kecupan hangat mama itu, Tuhan?

-------------------------------------------------------------------------------------------------

"BRUK"

Aduh! Rasanya aku tadi udah tertidur deh, ini dimana? Yang aku lihat hanya lapangan luas. Ini taman?

"Eh, rumah Ren dan Ve dimana, ya?" kata seseorang yang lewat dari depan taman itu.

Hatiku berdegup kencang. Ren dan Ve? Ini dimana? Apa mungkin ini masa depan?

Aku pergi kesebuah toko buku eceran, aku melihat-lihat tanggal koran. 29 Mei 2017.

Ini 8 tahun mendatang, apa maksudnya ini???

Aku terduduk lemas melihat koran itu. Ren dan Ve menikah, apa mungkin dia sudah mengkhianatiku, dia udah berjanji untuk selalu setia padaku, ia tidak bisa hidup tanpa diriku, tapi kok sekarang malah sama Ve. Apa mungkin karena aku telah tiada????

Aku beranjak ke sebuah rumah yang kutahu itu adalah rumah keluarga Ren dulu. Disana beberapa orang ramai berkumpul. Mungkin baru selesai pesta pernikahannya. Aku memberanikan diri masuk ke dalam sana. Pesta telah usai, sekarang hanya obrolan-obrolan ringan orang-orang terdekat mereka. Aku bisa melihat Ren dan Ve bersanding dengan sangat serasi, di sudut sana. Mataku panas, apa ini memang kenyataan masa depan?

Sesaat mataku dan Ren bertemu, dia sedikit terkejut, dan berjalan semakin mendekatiku. Aku panik, dan pergi menjauhinya. Ia mengejarnya.

Di lampu merah aku menyeberang jalan. Berhenti sesaat melihat keadaan. Dia berhenti, melihat kiri-kanan untuk menyeberang. Tapi saat itu mobil sedang ramai-ramainya. Dan lampu penyeberangan sudah merah.

"Ai, tunggu! Betulkah itu kau Ai?? TUNGGU!" teriak Ren dari ujung sana.

"PEMBOHONG, KATANYA KAMU TIDAK BISA HIDUP TANPAKU TAPI KENYATAANNYA??" bentakku marah. Sebuah truk besar melintasi jalan itu. Dengan kesempatan itu aku berlari bersembunyi.

"AI DIMANA, AI TUNGGU!!!!" kata Ren berteriak. Aku tidak mempedulikannya. Aku tetap dalam persembunyianku.

Ren berlari menuju kesuatu tempat. Aku mencoba mengikutinya diam-diam. Ke taman itu, taman tempat pertama kali aku dan Ren bertemu dan berikrar janji setia.

"Ren," panggil seseorang, aku bersembunyi dibalik pohon. Ve. "Ada apa?" tanya Ve lagi.

"Tadi aku melihat seseorang, yang sangat ingin aku temui saat ini," kata Ren bergetar.

"Ai?" tanya Ve dengan sorot mata sedih. "Ren... Aku pernah bilang, aku rela selamanya kau anggap aku orang ketiga, aku rela, jadi kamu jangan sesedih itu. Aku tidak ingin kau berbuat nekat seperti 6 tahun lalu," kata Ve dengan lembut sambil mengelus Ren lembu.

Hatiku sakit melihat kejadian itu. Apa yang terjadi 6 tahun lalu? Karena tidak tahan, aku pergi dari taman itu, berjalan terus, dan kembali ke rumah Ren. Taman rumah Ren penuh akan bunga warna merah.

"Aku suka warna merah, karena merah simbol cinta dan berani,"

Apa mungkin?

"Awas!!!!" kata seseorang berteriak saat aku menyeberang jalan.

"Kyaaaa!!!!!"

-------------------------------------------------------------------------------------------------

Ini dimana? Apa aku sudah benar-benar mati?

"Eh," aku terkejut membaca karangan bunga di depan rumahku.

Ai Fitri Moenaf.

Ini apakah hari kematianku?

"Ren!" panggil seseorang yang suaranya kukenal. Ve. "Ren tunggu kau mau kemana?" kata Ve berusaha mengejar Ren. Aku mengikuti mereka berdua.

Sekolah.

Shit! Aku kehilangan langkah mereka berdua.

"REN!" Aku mendengar suara ribur dari atap. aku melihat Ren sedang berdiri di ujung atap. Aku berlari menuju atap gedung. Aku melihat Ve sedang berusaha menghentikan tindakan nekat Ren.

"Ren berhenti, jangan lakukan itu, kumohon," pinta Ve. Aku hanya bisa menonton, ini seperti adegan sinetron, apa benar ini yang akan terjadi?

Ve menarik kaki Ren ke dalam. Ren terjatuh di atap. Selamat. Aku melihat air mata Ren, untuk pertama kalinya. Padahal Ren adalah sosok yang tegar.

"Aku sudah pernah bilang padanya, kalau aku tidak bisa hidup tanpa dirinya. Tapi kenapa?" kata Ren pelan, bergetar, dan sorot mata yang sangat, sangat sedih.

"BRAK!" Ren memukulkan tangannya kelantai.

"Tuhan!!!!! Kenapa kau merebutnya??" teriak Ren sangat sedih.

"Ren, aku rela, aku rela untuk jadi orang ketiga, karena aku selalu mencintaimu, jadi kumohon, jangan mati konyol seperti itu. Aku rela menggantikan Ai untuk selamanya," kata Ve.

Kata-kata Ve mengagetkanku, Ve mencintai Ren, sejak kapan?

"Kamu mau jadi Ai?" tanya Ren sambil mengenggam tangan Ve.

Ve mengangguk dan tersenyum sendu. Ren memeluknya.

"Ai, Ai, Ai," kata Ren berulang-ulang. Ve menitikkan air mata. Aku nggak tahu kenapa ia menangis, apa karena Ren atau karena aku. Aku kaget, jadi bunga merah, orang ketiga itu maksudnya.

Astaugfirullah, jadi selama 6 tahun setelah kematianku itu, Ve selalu menggantikan posisiku. Jadi selama 6 tahun ini, Ren menganggap Ve hanya sebagai wujud diriku, ia tidak pernah menganggap Ve ada.
Apa yang telah aku lakukan. Dua orang yang aku sayangi menderita. Dan semua itu karena aku.

-------------------------------------------------------------------------------------------------

"Ada apa Ai?" tanya Ren.

Sekarang kami berada di taman dimana pertama kali kami bertemu.

"Aku sudah memutuskan untuk ikut ke Jepang," kataku pelan dan datar. Ren tampak terkejut akan keputusanku, ia ingin menjawab tapi sudah keburu aku potong. "Pacaran jarak jauh, bagiku mustahil, kita putus aja. Ve sangat menyayangimu, jadianlah dengannya," jelasku.

"Apa maksudmu, kamu pasti berbohong, kan??" tanya Ren marah. Dia mengguncang-guncang lengan tanganku.

Aku menepisnya. "Aku tidak suka berbohong, jadi Selamat Tinggal," kataku dan berjalan meninggalkannya. Ini yang terbaik.

"Ai tunggu, apa maksudmu, Ai jangan pergi! Kamu pasti bohonh, Ai!" kata Ren tidak mau terima.

Aku tidak menghiraukannya dan terus berjalan. Air mataku tidak bisa aku bendung lagi.

Suatu hal yang paling kubenci malah aku lakukan. Tapi ini untuk kebaikan mereka berdua. Aku harus tegar.


-------------------------------------------------------------------------------------------------

Dua tahun kemudian Ai meninggal di rumah sakit di Jepang. Ai sudah meminta kepada kedua orang tuanya untuk tidak memberitahukan kematiannya kepada teman-temannya di Indonesia.

-------------------------------------------------------------------------------------------------

6 tahun kemudian...

"Ah bunga merah," kata Ren sewaktu ia sedang menyiram taman bunganya.

"Kenapa Ren," tanya Ve.

"Nggak disini tumbuh bunga merah padahal semua bunga yang kita tanam adalah bunga putih," kata Ren tenang. Ia tersenyum. 2 tahun yang lalu ia baru diberitahu tentang kematian Ai karena penyakitnya. Jadi itu alasannya kenapa ia meninggalkanku. Supaya aku tidak sedih kalau kehilangan dia. Dasar, pikiranmu terlalu berat Ai. Terima kasih Ai, sekarang aku bahagia, sangan bahagia, itu karenamu...